Menyingkap kembali ada satu article yang ana terbaca, didalamnya ada sebuah hadis yang berbunyi: rasulullah saw bersabda, Bermu’ahadahlah (pertahankanlah dirimu) bersama Al Quran ini, demi jiwa Muhammad yang ada di tangan-Nya, sesungguhnya Al Quran ini lebih cepat hilangnya, daripada cepatnya ikatan tali unta yang terlepas. Hadis riwayat Bukhari dan Muslim.
Bilamana ana terbaca hadis ni, ana mula berfikir, berapa lama aku akan mempertahankan kebersamaan dengan Al Quran ini, sebulan, dua bulan, setahun, dua tahun atau pun sepanjang hidup. Begitulah wahai sahabat jika kita ingin mempertahankan Al quran ini sebulan dua setahun dua, makan selama itulah Al quran akan bersama kita. Sekiranya kita bersemangat mempertahankan Al Quran sepanjang hayat kita, maka sepanjang itulah Al quran akan bersama dengan kita.
Wahai sahabat, mujahadah itu pahit, kerana syurga itu manis, kata kata inilah yang menjadi pembakar semangat untuk kita terus kekal istiqamah bersama Al Quran. Dan kesiapan diri kira untuk bertekad akan terus hidup bersama Al Quran sepanjang hayat di sebut sebagai Mu’ahadah.
Mu’ahadah artinya tekad yang kuat utuk selalu melaksanakn suatu pekerjaan, sampai mendapatkan apa yang diinginkan. Mu’ahadah asalnya untuk orang yang menghafal Al Quran, agar siap untuk mempertahankan hafalannya sepanjang hidupnya. Jangan sampai menjadi penghafal yang hanya mampu mengatakan. “Dahulu saya pernah hafal”. Namun secara keseluruhannya sabda rasulullah dalam hadis di atas, pada hakikatnya berlaku untuk seluruh amal ibadah kepada Allah, tanpa Mu’ahadah dalam diri, tidak mungkin sesorang mencapai istiqomah dalam setiap amal yang dilakukannya. Tanpa istiqomah tidak mungkin seseorang mendapat husnul khotimah yang menjadi dambaan setiap orang yang beriman
Dari abu amr sufyan bin abdillah ats tsaqafi ra. Berkata “ wahai rasulullah, katakanlah kepadaku suatu perkataan tentang islam, yang tidak mungkin aku tanyakan kepada siapa pun selain kepada kepada-mu.” Rasulullah saw bersabda “katakanlah: aku beriman kepada Allah,” lalu istiqamahlah. (HR Muslim)
Dalam hadis di atas, dapat kita hayati, bagaimana rasulullah saw memberi pesan kepada seorang sahabat, supaya beriman kepada Allah dan beristiqomah dengannya. Justeru menjadi satu kewajipan bagi diri kita untuk terus beristiqomah dengan kitab Allah ini. (Al quran)
Wahai sahabat, sebagai pelajar yang bergelar mahasiswa(i), modal Mu’ahada inilah yang harus kita miliki, agar kita tidah mudah menyerah ketika menghadapi berbagai macam rintangan semasa proses pembelajaran. Kedua-dua hadis di atas memberi suatu isyarat kepada kita bahawa dalam usaha kita untuk mu’ahadah dan istiqomah untuk mempelajari dan menghafal Al Quran, kita akan menempuh pelbagai ujian dan rintangan.
Mari kita perhatikan bagaimana kehidupan para salafus soleh didalam bermu’ahadah dengan Al Quran. Kita lihat bagaimana sayyidina Umar Al khattab ra dan sayyidina Utsman bin Affan adalah dua orang sahabat Rasulullah yang ketika ajalnya menjemput, mereka sedang bertilawah Al Quran. Sahabat yang lain Abdullah bin Amr bin ‘Aash, ketika Rasulullah saw. menyuruhnya untuk membaca Al Qur’an sebulan sekali khatam, maka ia merasa, bahwa masa itu terlalu lama, sehingga ia merasa akan sangat sedikit bacaan Al Qur’annya dalam setiap bulan, atau sama dengan sehari satu juz. Maka ia meminta izin kepada Rasulullah saw agar dapat membacanya tiga hari khatam, yang berarti sehari 10 juz, Rasulullah saw pun mengizinkannya, dan akhirnya tekad ini, beliau laksanakan sampai akhir hayatnya. Tidak mahukah kita menjadi seperti mereka?
Lihatlah, bagaimana seharusnya kita mempunyai tekad dalam berinteraksi dengan Al Qur’an. Ini menunjukkan bahawa Mu’ahadah adalah suatu keharusan dalam kehidupan manusia. Seandainya ibu kita tidak bersikap mu’ahadah dalam mendidik mengasuh dan menjaga serta merawat kita, mungkin kita tidak dapat tumbuh seperti saat ini. Jadi apa yang ada dalam diri kita tidak terlepas dari sikap mu’ahadah, yang memberikan dampak yang jelas dari suatu kerja keras yang berlangsung bertahun tahun.
Wahai sahabat, sekarang cuba kita bayangkan apabila sikap mu’ahadah ini kita implemenkan dalam interaksi kita dengan Al Quran, maka setidaknya kita akan merasakan berbagai macam dampak positif dalam diri kita. Kita akan ada dampak keilmuan, yang berarti semakin lama kita bersama Al Qur’an, semakin meningkat pengetahuan kita. Kita akan ada dampak peningkatan ruhiyyah, perolehan pahala yang sangat banyak dan puncaknya adalah Syurga Allah, sesuai dengan hadis yang dijelaskan oleh Rasulullah saw.
Renungilah bahawa perumpamaan Rasulullah saw dalam hadis di atas, sungguh merupakan perumpamaan yang sangat tepat dengan realita kehidupan. Bagi mahasiswa(i), hafalan yang paling cepat hilang dari ingatan kita adalah hafalan Al quran. Jika dibandingkan dengan lirik-lirik lagu atau nasyid, lebih mudah diingat, tanpa diulang-ulangpun tidak akan luput dari ingatan kita. Tidak ada kegiatan yang paling cepat hilang semangat belajarnya, daripada belajar Al Qur’an, jika hendak dibandingkan dengan aktiviti pembelajaran yang lain.
Mengakhiri kalam, ana berpesan kepada diri ana dan sahabat- sahabat sekalian bermu’ahadahlah. Persiapkan diri kita, dapatkan mental yang kental, berdoa terus menerus, tawadhu’ kepada Allah, kerana dengan hanya pertolongan dari NYA kita dapat beristiqomah dengan Al Quran, kitab suci NYA. Wallhua’lam.