Wednesday, December 1, 2010
Rahmat Ujian
Tuesday, November 30, 2010
Agar Kita Mencintai Al Quran
Mencintai al-Qur’an adalah sebuah kenikmatan, yang tidak akan bisa dirasakan oleh orang yang belum pernah mendapatkannya. Karena itu setiap muslim pasti menginginkan agar dirinya bisa mencintai al-Qur’an. Lalu bisa mengajak keluarganya agar mencntai al-Qur’an, supaya bisa merasakan kenikmatan hidup bersama al-Qur’an.
Namun persoalannya, bagaimanakah cara menumbuhkan rasa cinta terhadap al-Qur’an ini? Persoalan inilah yang dirasakan oleh kebanyakan kaum muslimin.
Persoalan cinta adalah persoalan hati. Sementara kita tidak sanggup menguasai hati kita sendiri. Hati seseorang terletak di tangan Allah. Dia membuka dan menutup hati kapan saja Dia menghendaki, dengan hikmahNya, serta ilmuNya. Firman Allah ;
dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya (al-Anfal:24)
Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, (al-Kahf:57)
Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa”. (al-A’raf:163)
Dan Allah telah menjadikan sebab-sebab dan wasilah-wasilah agar hati terbuka atau tertutup. Orang yang meniti jalannya maka ia akan mendapatkan tawfiq, dan orang yang menyelisihi jalannya maka ia akan dibiarkan berada di dalam kesesatan.
Apabila hati mencintai sesuatu maka ia akan tergantung kepadanya, merindukannya, menyukainya dan memutuskan segala hubungan dengan selainnya. Jika hati telah mencintai al-Qur’an, ia akan merasakan nikmat dengan membacanya. Ia akan berusaha memadukan antara pemahaman qur’ani dengan kesadaran qur’ani. Sebaliknya, apabila pada seseorang tidak ada kecintaan, maka hati ini akan sulit menerima al-Qur’an, tunduk kepada Al-Qur’an terasa berat, dan tidak akan bisa dilakukan melainkan setelah melalui perjuangan yang berat.
Realitas menunjukkan benarnya pernyataan di atas. Sebagai contoh, seorang pelajar yang memiliki semangat, kesukaan, dan kecintaan pada suatu pelajaran, maka ia akan cepat menguasai apa yang telah diajarkannya, dia akan segera menyelesaikan tugas dan kewajibannya dalam waktu yang singkat. Sebaliknya, siswa yang tidak suka maka ia tidak akan bisa menguasi pelajaran yang sudah disampaikan kecuali setelah mengulang-ulangnya berkali-kali. Dia menghabiskan banyak waktu untuk mempelajarinya, dan tidak bisa menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan baik.
Tanda-tanda cinta kepada al-Qur’an
Ada beberapa hal yang menandakan adanya kecintaan kepada al-Qur’an di dalam hati, di antaranya adalah
1- sebagaimana cintanya seseorang pada sesuatu, cinta pada al-Qur’an pun ditandai dengan kesukaannya bertemu dengannya.
2- Duduk bersama dan membaca al-Qur’an dalam waktu yang panjang tanpa merasa bosan
3- Jika jauh darinya maka ia akan merindukannya, dan selalu mengharap bisa segera menjumpainya.
4- Banyak berdialog dengannya dan meyakini petunjuk dan arahannya serta kembali kepadanya ketika menghadapi berbagai problematika hidup, baik persoalan kecil maupun besar.
5- Mentaatinya, baik dalam perintah maupun larangan
Inilah tanda-tanda terpenting adanya kecintaan kepada al-Qur’an. Jika tanda-tanda itu ada pada seseorang, maka kecintaannya kepada al-Qur’an itu ada. Dan jika tidak ada tanda-tanda tersebut pada diri seseorang, maka kecintaannya kepada al-Qur’an pun tidak ada. Tetapi jika ada sebagian tanda-tanda tersebut, dan sebagian lagi tidak ada padanya, maka kecintaannya kepada al-Qur’an itu tidak sempurna. Ketidaksempurnaannya berbanding lurus dengan kurangnya sifat-sifat tersebut di dalam pribadinya.
Cara merealisasikan Cinta pada al-Qur’an
1- Bertawakkal dan memohon bantuan kepada Allah.
Oleh karena cinta itu letaknya di hati, dan hati berada di dalam genggaman Allah, maka memohon bantuan kepada Allah dan berdo’a kepadaNya agar Dia memberikan karunia cinta kepada al-Qur’an adalah media terpenting agar kita bisa mencintai al-Qur’an. Di antara do’a yang ma’tsur untuk bisa mendapatkan cinta al-Qur’an ini adalah;
عن ابن مسعود _ قال : قال رسول الله § : “ما قال عبد قط إذا أصابه هم أو حزن : اللهم إني عبدك ابن عبدك ابن أمتك ناصيتي بيدك ماض في حكمك عدل في قضاؤك أسألك بكل اسم هو لك سميت به نفسك أو أنزلته في كتابك أو علمته أحدا من خلقك أو استأثرت به في علم الغيب عندك أن تجعل القرآن العظيم ربيع قلبي ونور صدري وجلاء حزني وذهاب همي إلا أذهب الله همه وأبدله مكان حزنه فرحا قالوا يا رسول الله ينبغي لنا أن نتعلم هذه الكلمات قال أجل ينبغي لمن سمعهن أن يتعلمهن”
Dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata; rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seorang hamba tertimpa kesusahan dan kesedihan kemudian dia berdo’a, “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hamba laki-lakiMu, dan anak hamba perempuanMu, ubun-ubunku di tanganMu, berlaku kepadaku hukumMu, adil atasku QadhaMu (keputusanMu), aku meminta kepadaMu dengan seluruh nama-namaMu (yaitu) yang Engkau namakan diri Engkau dengan nama tersebut, atau yang Engkau turunkan di kitabMu, atau yang Engkau ajarkan kepada kepada salah satu hambaMu, supaya Engkau menjadikan al-Qur’an penyiram hatiku, cahaya dadaku, pengusir kesedihanku, penghilang kecemasan dan kegelisahan, kecuali Allah akan menghilangkan kesusahannya dan menggantinya dengan kesenangan.” Para shahabat bertanya, wahai rasulullah, seharusnya kita mengetahui kalimat do’a ini? Beliau menjawab, “tentu, seharusnya orang yang telah mendengarnya mempelajarinya (HR Ahmad)
Do’a itu dibaca berulang-ulang. Setiap hari diulang tiga kali, lima kali bahkan sampai tujuh kali. Selain itu dalam mengalunkan doanya juga harus mengambil watu-waktu istijabah. Kemudian dalam berdo’a harus benar-benar meminta, merendahkan diri, penuh kehangatan, dan sangat berharap agar bisa dikabulkan.
2- Memahami Keagungan al-Qur’an
Membaca keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan tentang keagungan al-Qur’an, baik yang ada di dalam al-Qur’an sendiri, Sunnah nabi, ataupun pendapat-pendapat kaum salaf. Dengan mengetahui keagungan al-Qur’an kecintaan akan tumbuh. Sebaliknya karena ketidaktahuan akan keagungan al-Qur’an maka tidak akan tumbuh rasa cinta kepada al-Qur’an. Kita bisa mengibaratkan dengan seorang anak kecil, diberikan uang seratus rupiah logam dengan uang seratus ribu kertas, ia akan memilih seratus logam dan meninggalkan seratus ribu kertas, karena ia tidak mengetahui nilai mata uang tersebut. Demikianlah, jika kita tidak mengetahui nilai al-Qur’an, kita tidak mengetahui keagungan al-Qur’an, kita akan mudah meninggalkan al-Qur’an demi mengejar sesuatu yang lebih rendah.
Karena itu, orang-orang yang menghendaki tumbuhnya rasa cinta kepada al-Qur’an hendaklah membuat program rutin untuk membaca dan mengkaji riwayat-riwayat atau pun penjelasan-penjelasan tentang keagungan al-Qur’an. Kemudian ia juga harus mempelajari bagaimana cara mewujudkan cintanya kepad al-Qur’an itu.
Kebanyakan kaum muslimin hari ini mencintai dan menghormati al-qur’an masih dalam bentuk global. Ia hanya sebatas meyakini bahwa kitab ini adalah kitabullah yang suci. Membacanya adalah ibadah, maka harus berwudlu terlebih dahulu. Kalau ada orang sakit, apalagi kalau sudah akan mati, maka dibacakan kepadanya untuk meringankan penderitaannya. Tetapi umat islam ini belum menghormati dan mencintainya dalam arti yang tepat.
Al-Qur’an sesungguhnya adalah kitab petunjuk hidup manusia. Bukan petunjuk hidup di akhirat, tetapi petunjuk hidup manusia di dunia ini. Tetapi al-Qur’an sebagai kitab petunjuk untuk meraih kesuksesan hidup di alam dunia ini masih kurang tersosialisasi. Karenanya membaca al-Qur’an hanya satu halaman terasa sudah berjam-jam lamanya. Sebaliknya ketika mengotak-atik rumus matematika, berjam-jam pun kuat. Demikian juga ketika membaca novel ayat-ayat cinta, laskar pelangi, supernova dan lain-lainnya, bisa khatam dalam semalam…..
artikle dipetik daripada blog At-Taujih
Saturday, November 6, 2010
SEJARAH YANG BAGAIMANA YANG KITA MAHU?
by RIDHUAN TEE on 10/26/10
Selaku seorang akademia berbangsa Cina, saya amat sedih dengan pemikiran parti-parti politik seperti DAP, MCA dan Gerakan. Kenyataan demi kenyataan dikeluarkan yang amat menghiris, mahukan kerajaan mengkaji semula silibus sejarah yang akan diwajibkan ke atas pelajar sekolah rendah dan menengah tidak lama lagi.
Hujah mereka amat simplistik, sejarah yang sedia ada tidak mencerminkan sejarah yang sebenar. Sejarah yang sebenar mesti mempamerkan sumbangan dan kerjasama kaum. Pada mereka, sumbangan kaum bukan Melayu mesti dimasukkan dan dijadikan teras sejarah. Saya cuba elakkan menggunakan istilah ultra kiasu terhadap golongan ini, biarlah kita berbincang secara adik-beradik.
Saya tidak menafikan sejarah sumbangan bukan Melayu terhadap negara, tetapi perlu diingatkan bahawa sumbangan dan kerjasama kaum adalah sebahagian kecil sahaja dalam urutan sejarah Tanah Melayu dan Malaysia. Ada aspek yang lebih besar lagi yang perlu ditonjolkan, seperti sejarah asal usul Tanah Melayu sebelum kedatangan imigran-imigran ke alam Melayu.
Sesiapa yang mengkaji dan faham sejarah Malaysia, ianya mesti merangkumi asal-usul Tanah Melayu, zaman kegemilangan dan kejatuhan kesultanan Melayu, zaman penjajahan dan kemasukan imigran, kebangkitan nasionalisme Melayu, Malayan Union, Persekutuan Tanah Melayu, penggubalan Perlembagaan Persekutuan Tanah Melayu, Kemerdekaan Tanah Melayu, sehinggalah membawa kepada Penubuhan Malaysia. Seterusnya, diikuti dengan dasar-dasar kerajaan selepas peristiwa 13 Mei 1969 sehinggalah ke hari ini.
Kumpulan-kumpulan ekstrim ini asyik-asyik hanya bercakap soal sumbangan bukan Melayu, soal penentangan bukan Melayu terhadap Jepun 1942-45. Sedangkan kita sedia maklum, sejarah penentangan terhadap Jepun juga penuh dengan kontroversi fakta dan dipertikaikan. Adakah benar orang Cina mempertahankan Tanah Melayu atau sekadar membalas dendam terhadap Jepun?
Berkali-kali telah saya nyatakan bahawa penentangan terhadap Jepun, tidak banyak kaitan dengan kemerdekaan, tetapi adalah disebabkan oleh dendam kedua belah pihak yang telah mengalami perang sebelum ini. Sila rujuk sejarah perang China-Jepun 1894-95 dan 1937.
Jangan terlalu obses dengan sumbangan Bintang Tiga atau MPAJA dan Parti Komunis Malaya (PKM), sehingga kita sengaja lupakan sejarah yang sebenar? Maka tidak hairan hari ini tugu MPAJA dibina sebesar-besarnya di Taman Peringatan Nilai. Yang amat pelik, Majlis Perbandaran dan Arkib Negara kurang serius dalam memantau pembinaan tugu dan memorial seperti ini.
Jika benar-benar orang bukan Melayu mahu memperjuangkan kemerdekaan Tanah Melayu selepas pengunduran Jepun, kenapa Malayan Union yang cuba diperkenalkan oleh British pada tahun 1946, tidak ditentang? Kenapa hanya orang Melayu sahaja yang bangun menentang? Ini menunjukkan perjuangan menentang kemerdekaan amat diragui sebelum detik tahun 1957.
Pada saya, kita serahkan semua sejarah kita kepada ahli sejarah. Janganlah doktor perubatan dan ahli ekonomi memandai-mandai bercakap banyak dalam isu ini. Wal hal ilmu sejarah mereka amat cetek, hanya berasaskan kepada pandangan dan laporan ibu bapa murid yang tidak puas hati dengan silibus yang sedia ada.
Mereka yang bukan berlatarbelakangkan sejarah, duduk diam-diam, tidak perlu berkokok keterlauan. Bagaimana kita menghormati profesion orang lain, begitu juga orang lain mesti menghormati profesion kita, barulah itulah dinamakan professional. Janganlah terlalu bertindak ekstrim dalam hal ini. Banyak masa terbuang dan tidak banyak membawa faedah.
Pada saya, sejarah sistem kenegaraan sesebuah negara mesti diajar. Sama seperti negera China dan India. Mereka mesti mempunyai sejarah sistem kenegaraan China dan India tersendiri. Begitu juga dengan sistem kenegaraan Melayu, mesti ada sejarah sistem kenegaraan Melayu tersendiri. Adakah silibus ini langsung tidak boleh disentuh atau dimasukkan sebagai teras sejarah negara ini? Sedangkan negara lain, silibus seperti ini yang menjadi asas.
Negara Singapura sedang cuba dan telahpun memadamkan asas sebegini. Saya fikir MCA, DAP dan Gerakan, tidak perlu campur tangan dalam soal akademik. Biar orang akademik yang melakukan. Mereka orang politik, jaga sahaja kawasan dan kerusi masing-masing, serta tanggungjawab mereka terhadap rakyat.
Saya bukan bertujuan untuk menjadi jaguh membela orang Melayu, sebab saya orang Cina. Tetapi saya suka berkata benar, sebab saya adalah seorang pengkaji.
Ketika Tuanku Azlan Shah menerima ijazah kehormat kedoktoran undang-undang daripada Universiti Malaya, semasa menjadi Ketua Hakim Negara kira-kira 30 tahun lalu, baginda ada bertitah bahawa Malaysia ialah sebuah negara berbilang kaum, berbilang bangsa, berbilang agama, berbilang adat dan resam. Tetapi walau bagaimanapun, kita perlu beringat, dan jika tidak ingat, maka seharusnyalah diperingatkan, bahawa dalam negara yang semuanya berbilang itu, mesti ada ada satu asas di mana kita mesti menumpukan perhatian kita.
Dalam konteks ini Malaysia telah wujud hasil dari cantuman tiga wilayah Persekutuan Tanah Melayu, Sabah dan Sarawak. Persekutuan Tanah Melayu pula diasaskan atas tapak kesultanan Melayu Melaka sebelum Melaka dijajah oleh Portugis dalam tahun 1511. Perkataan “Negeri-Negeri Melayu Bersekutu” dan “Negeri-Negeri Melayu Tak Bersekutu” dan “Persekutuan Tanah Melayu” masih wujud dalam undang-undang kita. Dengan lain-lain perkataan, negara Malaysia adalah berteraskan sejarah Melayu, evolusi politik Melayu, nasionalisma Melayu yang hidup subur dalam kepulauan Melayu yang mempunyai sejarah kebudayaan Melayu. Berdasarkan kepada hakikat itulah, maka Perlembagaan Malaysia digubal (Firdaus Abdullah, 24 & 25 Jun 2009)
Sejarah sistem kenegaraan Melayu adalah akar umbi kepada sejarah negara ini. Bermula dengan perkataan “Melayu” atau “Tanah Melayu” itu sendiri yang bermaksud wilayah dan kepulauan di rantau ini. Nama-nama ini terkenal di kalangan negeri-negeri China, India dan Barat seperti Melayu (I-Tsing), Malaiur (Marco Polo), Malaiyur (inskripsi Tanjore-Sanskrit di India), Ma-Li-Yu-R (Yuan Shih/Cina), Mailiur (Siam) dan Malayo (Albuquerque/ Portugis) (R. Suntharalingam dan Abdul Rahman Haji Ismail, 1985: 85).
Hujah ini menunjukkan bahawa dari abad ke-6 hingga ke-10, perkataan Melayu adalah nama tempat dan bukannya nama khusus bagi rumpun bangsa. Hanya pada abad ke-11 barulah perkataan Melayu mulai dipakai bagi menamakan rumpun bangsa. Ringkasnya, istilah-istilah Tanah Melayu, Melayu dan Malaysia dan Malaya adalah jelas merujuk kepada negeri-negeri Melayu atau Tanah Melayu atau Land of the Malays. Fakta ini menunjukkan bahawa Tanah Melayu (Malaysia) adalah kepunyaan satu bangsa yang bernama Melayu (Suntharalingam dan Abdul Rahman Haji Ismail, 1985). Namun, kedatangan penjajah British telah merubah lanskap politik Tanah Melayu. Tanah Melayu yang dahulunya dihuni oleh orang Melayu di kepulauan Melayu telah menjadi sebuah negara berbilang bangsa.
Menurut Milner (2009), walaupun bilangan orang Melayu di Malaysia hanya dalam lingkungan 15 juta orang, kurang dari 0.5 peratus daripada jumlah 350 juta orang yang tergolong dalam rumpun Melayu, namun telah memberikan pengiktirafan kepada bumi Melayu di negara yang bernama Malaysia:
Although Malaya (and its expanded form Malaysia) has in many ways been the ‘Malay’ success story - an experiment in nation building founded (at least in large part) on ‘Malay’ ethnic sentiment - this outcome was not inevitable.” (Milner, 2009: 151)
Milner turut merakamkan antara peristiwa yang memperlihatkan keyakinan rumpun Melayu terhadap kepimpinan Persekutuan Tanah Melayu (Malaya) adalah;
“Some 250,000 people signed a petition to the United Nations with the aim of incorporating Pattani and other southern Muslim provinces (Yala, Narathiwat and Satun) in the emerging Malaya.” (Milner, 2009: 168).
Huraian dan analisis Milner sebahagian besarnya ditumpukan kepada Malaysia, serta dinamika politik yang berlaku di Malaysia sebagai sebuah negara bangsa yang komposisi warganya terdiri daripada pelbagai agama, kumpulan etnik dan budaya tetapi termaktub di dalam Perlembagaan negara status agama Islam, bahasa Melayu, Raja-Raja Melayu serta keistimewaan dan perlindungan kepada bangsa Melayu. Menurut Raja Nazrin (10 Mac 2009), Milner mengiktiraf bahawa Raja Melayu itu adalah institusi penting warisan bangsa Melayu.
Sesungguhnya sejarah mencatatkan Istana Raja Melayu itu berperanan sebagai pusat berkembangnya tamadun bangsa. Istana memperlihatkan sehalus budaya - mencerminkan secantik bahasa, melindungi khazanah tamadun bangsa - menyimpan kekayaan budaya bangsa. Raja Melayu itu adalah lambang kedaulatan negara - simbol kekuatan warga - payung mahkota negara tempat rakyat tumpang berteduh. Raja Melayu itu memberi identiti kepada negara bangsa. Raja itu adalah lambang Kerajaan. Rakyat yang memahami ‘budaya rakyat beraja - negeri bersultan’ memahami akan falsafah pemerintahan beraja, akan peranan Raja secara tersirat di sebalik yang tersurat, melindungi kepentingan bangsa Melayu.
Dalam konteks bangsa Melayu di Malaysia, menurut Raja Nazrin (10 Mac 2009), elemen-elemen Melayu terdiri daripada faktor-faktor agama, bahasa dan budaya yang berada di bawah payung naungan dan perlindungan Raja-Raja Melayu mengikut yang termaktub di dalam Perlembagaan Negara. Klausa-klausa menyentuh agama Islam, institusi Raja Melayu, adat istiadat Melayu, bahasa Melayu dan kedudukan istimewa orang-orang Melayu dimaktubkan di dalam Perlembagaan Persekutuan. Takrif bangsa Melayu diperkemas, diikat dengan adat, disimpul dengan bahasa, disalut dengan agama. Itulah resipi kekuatan Melayu di bumi ini. Hari ini telah timbul usaha-usaha radikal daripada kalangan yang tidak mendalami muslihat di sebalik yang tersirat yang mahu mengubah resipi tersebut.
Tunku Abdul Rahman (2007) pernah mengatakan, negara ini telah diakui oleh semua kaum lain yang tinggal di sini sebagai sebuah negara yang asalnya negara Melayu. Hakikat ini akan terus diakui melainkan orang Melayu sendiri mengambil keputusan untuk menunggang terbalikkannya dan menjadikannya sebagai sebuah neraka untuk kita semua. Tidak ada sesiapapun yang membangkang usaha-usaha kerajaan untuk menolong orang Melayu kerana semua orang yang siuman insaf bahawa dari zaman berzaman orang Melayu telah terbiar dalam negara mereka sendiri.
Menurut Tunku Abdul Rahman lagi, pada tahun 1953, orang Cina melalui MCA telah menerima dan mengikhtiraf negara ini sebagai negara Melayu dan segala hak kepada orang Melayu tidak boleh dipersoalkan lagi. Tujuan Tunku meletakkan syarat ini adalah untuk menarik kesedaran pihak MCA tentang taraf orang Melayu yang sebenar, sambil menguji tentang kejujuran pemimpin-pemimpin MCA dalam perhubungannya dengan UMNO.
Akhirnya pihak MCA telah menerima dan mengakui hakikat itu serta bersetuju rundingan tersebut berjalan atas dasar yang telah ditetapkan (Mansor et al, 2006). Hujah ini diperkukuhkan lagi oleh Chandra Muzaffar dengan menyatakan, sebuah negara berbilang kaum yang wujud daripada konsep Malay polity atau sistem kenegaraan Melayu. Perlembagaan Persekutuan pada tahun 1957 memberikan kewarganegaraan secara terbuka kepada mereka yang berhak tanpa mengira latar belakang. Keterbukaan itu harus difahami oleh semua pihak kerana melalui proses akomodasi para pemimpin pada masa itu lebih sejuta orang bukan Melayu, sebahagian besarnya imigran, diterima secara automatis sebagai warganegara dan diberikan jus soli. Ini sesuatu yang luar biasa.
Melalui proses kewarganegaraan yang dikatakan sebagai stroke of a pen ini demografi negara berubah serta-merta - hampir 40 peratus daripada warganegaranya ialah orang bukan Melayu. Sebuah negara Melayu tiba-tiba menjadi masyarakat berbilang kaum. Ini tidak pernah berlaku dalam sejarah. Nasionalisme bangsa Filipina dan Vietnam melahirkan negara Filipina dan Vietnam tetapi nasionalisme Melayu yang diperjuangkan lama sebelum kemunculan UMNO sebaliknya tidak melahirkan sebuah negara Melayu. Inilah sifat negara ini yang harus kita fahami - berbilang kaum tetapi berakar umbi dalam sistem kenegaraan Melayu. Negara ini berbilang kaum dengan bahasa dan agama yang pelbagai diiktiraf dalam Perlembagaan.
Tetapi Perlembagaan juga mengiktiraf bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan, Islam sebagai agama rasmi dan sistem beraja. Ini adalah satu pengiktirafan terhadap sejarah sistem kenegaraan Melayu sebelum zaman penjajah dan sistem politik yang wujud sepanjang zaman. Apa yang menyedihkan saya, tidak ramai di kalangan kita memahami keadaan ini. Ketika masyarakat bukan Melayu perlu memahami kedudukan polity Melayu dan pengaruhnya kepada negara, kaum bumiputera sebaliknya harus pula memahami hakikat masyarakat berbilang kaum. Mereka juga ada hak dan cita-cita; mereka lama bermastautin, lahir dan membesar di sini. Kedua-dua pihak harus saling memahami. (Mingguan Malaysia, 28 Ogos 2005). Apakah sejarah ini perlu dipadamkan?
Malaysia juga tidak sama dengan negara-negara lain yang menjadi berbilang kaum kerana tekanan kolonialisme. Ini kerana polity Melayu itu jauh lebih kukuh sebagai sistem kenegaraan. Kerajaan Melayu Melaka dan selepas itu Johor diiktiraf di peringkat antarabangsa. Ciri-ciri polity itu diterima sebagai ciri-ciri sebuah negara dan sistem pemerintahan. Ini adalah sebahagian daripada ingatan kolektif masyarakat Melayu. Perkara ini tidak difahami bukan saja oleh ahli-ahli politik malah sebahagian besar cendekiawan serta mereka yang boleh mempengaruhi pandangan umum termasuk media.
Itu sebabnya dari masa ke masa timbul isu-isu yang menjadi kontroversi menyentuh soal bahasa, agama dan sistem pendidikan. Ini kerana tidak ada kefahaman tentang latar belakang sejarah dan polity Melayu dan pengaruhnya terhadap sistem kenegaraan Melayu. Malangnya, tidak ada usaha di kalangan pemimpin masyarakat untuk memahami perkara ini - bahawa kita masyarakat berbilang kaum yang berakar umbi dalam polity Melayu. Menurut Chandra lagi, Malaysia lebih mudah untuk menghadapi cabaran-cabaran dalam konteks masyarakat berbilang kaum sekiranya memahami sejarah ini. Jika ada yang menafikannya, sengaja tidak mahu memahami, sukar untuk menjalinkan hubungan kaum yang harmonis.
Oleh kerana wujudnya polity Melayu dalam sejarah maka bahasa Melayu menjadi bahasa kebangsaan, agama Islam sebagai agama rasmi dan raja-raja menjadi ketua negeri dan negara. Sejarah sebegini perlu difahami. Oleh kerana adanya polity Melayu dan sebahagian besar masyarakat Melayu dan pribumi begitu miskin dan mundur pada tahun 1957, dan dalam keadaan begitu kewarganegaraan dianugerahkan dengan begitu liberal, masyarakat Melayu dan pribumi itu memerlukan perlindungan. Itu adalah tuntutan yang sah dalam konteks pembentukan negara. Perlindungan yang dipersetujui itu adalah untuk memperbaiki kedudukan masyarakat Melayu dari segi sosioekonomi.
Frank Swettenham yang agak lama tinggal di Tanah Melayu turut mengakui negara ini adalah negara Melayu, beliau turut memuji orang Cina dengan mengatakan:
Under present conditions the Chinese are the bone and sinew of the Malay states. They are the labourers, the miners, the principal shopkepers, the capitalist, the holders of the revenue farms, the contributors to almost the whole of the revenue; we cannot do without them (Tan Teong Jin et al, 2005: vii)
Tanpa menafikan sumbangan bukan Melayu, penggunaan perkataan “Malay states” jelas menunjukkan bahawa Swettenham mengakui bahawa Malaysia adalah negara berasaskan sistem kenegaraan Melayu. Justeru, tidak timbul soal negara ini bukan negara warisan Melayu. Pernyataan ini turut diperkemaskan oleh Hassan Ahmad dengan mengatakan; Orang Melayu mungkin mengenang akan kuasa yang diwarisi oleh orang Melayu dari sejarah pemerintahan Melayu di negeri-negeri Tanah Melayu.
Sejarah sebelum kemerdekaan menunjukkan bahawa sejak zaman berzaman, sebelum kedatangan penjajah Inggeris, yang memerintah di Tanah Melayu bukan orang lain tetapi orang Melayu, kerajaan Melayu, raja-raja Melayu, pembesar-pembesar Melayu. Walaupun Perjanjian Pangkor tahun 1874 dilihat seolah-olah British mulai ‘mencampuri’ urusan pentadbiran negeri Melayu, terutama di Negeri-negeri Melayu Bersekutu atau Federated Malay States. Tetapi sejarah itu tidak menunjukkan bahawa kuasa pemerintahan Melayu jatuh sepenuhnya ke tangan kuasa baru, iaitu kuasa British.
Raja Melayu tetap tidak diturunkan dari takhtanya dan memerintah walaupun dengan ‘nasihat’ pegawai British. Di Negeri-Negeri Melayu Tidak Bersekutu, pentadbiran masih hampir sepenuhnya berada dalam tangan raja Melayu, menteri besar Melayu dan para pegawai pentadbir Melayu. British cuma menjadi ‘penasihat’. Tetapi akhirnya kerana kelemahan raja-raja dan golongan bangsawan Melayu yang memerintah bersama-sama British itu, kuasa politik Melayu semakin lama makin merosot sehinggalah sampai pada tahun 1946 apabila British kembali ke Tanah Melayu (selepas Jepun kalah Perang) untuk mentadbir semula Tanah Melayu dan kemudian cuba mengubah status Tanah Melayu atau ‘British Malaya’ menjadi ‘koloni British’ melalui rancangan Malayan Unionnya (Hassan Ahmad, 26 Sept 2010).
Milner (2009) mencatatkan, kerajaan-kerajaan berpaksikan Melayu itu adalah kerajaan yang mempunyai raja baik di Riau, Lingga, Deli, Siak, Langkat, Kampar dan Inderagiri di Sumatera begitu juga di negeri-negeri Kutei, Bulangan, Puntianak, Landak, Mempawah dan Sambas di Kalimantan. Di Persekutuan Tanah Melayu, Raja-Raja Melayu diiktiraf bukan sahaja menjadi asas berkerajaan malah terlibat langsung dalam gerakan menentang Malayan Union. Demikian juga berperanan penting dalam usaha memperjuangkan dan mencapai kata sepakat menuntut kemerdekaan. Kesembilan Raja Melayu memberikan perkenan untuk ditubuhkan Persekutuan Tanah Melayu dan turut berkenan untuk dilantik salah seorang daripada baginda-baginda itu menjadi Ketua Negara secara bergilir-gilir dengan gelaran Seri Paduka Baginda Yang di-Pertuan Agong.
Semua pandangan ini menunjukkan bahawa Malaysia tidak dapat lari daripada sistem kenegaraan Melayu. Justeru, tidak hairanlah bagi mereka yang memahami sejarah akan menghormati bukti-bukti dan seterusnya mengeluarkan kenyataan-kenyataan lunak, berhikmah dan begitu bertoleransi.
Negara-negara lain tidak perlu menggunakan menonjolkan sistem kenegaraan bangsa mereka disebabkan oleh nama bangsa itu sudah mencerminkan sistem kenegaraan mereka. Nama negara sudah melambangkan identiti bangsa. Misalnya, nama Siam (Thai) menjadi Thailand. Difahamkan ada ura-ura untuk mengembalikan nama Thailand kepada Siam. Kerana perkataan Thai kurang mencerminkan keSiaman Thai. Begitu juga dengan contoh yang lain bangsa India – negara India, bangsa Cina – negara China, bangsa Arab – negara-negara Arab, bangsa Vietnam – negara Vietnam dan lain-lain negara di dunia ini semuanya berasal darisatu satu bangsa, dan nama bangsa ini dijadikan nama negara.
Malang di Malaysia, bangsa Melayu yang dahulu menerbitkan nama Tanah Melayu, telah berubah, setelah Sabah dan Sarawak menyertai Tanah Melayu. Maka nama Tanah Melayu (Malaya Land) berubah kepada Malaysia. Nama Malaysia sudah tidak banyak melambang identiti kenegeraan Melayu berbanding nama Tanah Melayu.
Namun, walaupun negara Tanah Melayu telah bertukar menjadi Malaysia, perlembagaan masih lagi mengekalkan ciri-ciri keMelayuan seperti agama Islam, bahasa Melayu, hak-hak istimewa Melayu, raja-raja Melayu, tanah rezab Melayu dan sebagainya. Persoalannya, sejauhmanakah ciri-ciri sistem kenegaraan Melayu ini berjalan dengan baik? Inilah soalan yang masih belum terjawab. Apakah sejarah sebegini tidak perlu difahami dan diceritakan kepada anak-anak berbilang kaum di negara kita? Adakah cukup sekadar menceritakan sumbangan dan kerjasama Melayu-Cina-India yang ada untuk membangunkan negara tercinta ini?
Jika benar-benar kita ikhlas dalam memahamkan sejarah, jauhkan penglibatan orang politik, biarkan ilmuan dan ahli akademik yang berhujah dan menulis fakta. Keadaan hari ini menjadi kelam kabut kerana kita terlalu banyak berpolitik. Setiap parti politik mahu menjadi jaguh bangsa, bukannya mahu berkata benar walaupun pahit.
Thursday, October 21, 2010
Hikmah Kegagalan
Tuhan, apa Engkau mencoba mengatakan sesuatu kepadaku … ?
Karena …
Kegagalan Bukan berarti aku orang yang gagal
Tapi berarti aku belumlah sukses
Kegagalan Bukan berarti aku tidak mencapai apapun
Tapi berarti aku telah belajar sesuatu
Kegagalan Bukan berarti aku orang yang bodoh
Tapi berarti aku memiliki cukup iman untuk diuji
Kegagalan Bukan berarti aku orang yang memalukan
Tapi berarti aku telah berani mencoba
Kegagalan Bukan berarti aku tidak memilikinya
Tapi berarti aku memiliki sesuatu untuk dilakukan dengan cara yang berbeda
Kegagalan Bukan berarti aku lebih rendah dari yang lain
Tapi berarti aku tidaklah sempurna
Kegagalan Bukan berarti aku harus menyerah
Tapi berarti aku harus berusaha lebih keras
Kegagalan Bukan berarti aku tidak akan pernah berhasil
Tapi berarti aku butuh banyak berlatih
Kegagalan bukan berarti Engkau telah meninggalkan aku
Tapi berarti Engkau pasti memiliki rencana yang lebih baik bagiku
Tuesday, October 19, 2010
Hakikat Cinta Rasul
Sudah menjadi kewajiban setiap orang untuk mencintai Rasulullah melebihi dari pada cintanya kepada semua makhluk. Buah cinta itu sangatlah agung dan besar yang akan bisa dipetik di dunia dan akherat, tetapi dalam kenyataannya banyak kita temui kekeliruan dalam memahami cinta kepada Rasulullah dengan pemahaman yang sangat sempit. Maka penjelasan hakekat cinta Rasul secara jelas dan benar merupakan cara terbaik untuk meluruskan kekeliruan sebagian orang muslim dalam membuktikan kecintaannya kepada Rasul.
***
Kewajiban Mencintai Nabi Muhammad SAW Diatas Semua Makhluk
Berikut ini ada beberapa hal yang berhubungan dengan kecintaan kita kepada Rasulullah SAW.
Wajib mencintai Nabi melebihi cintanya kepada diri sendiri. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Hisyam ra. bahwa dia berkata: Kami pernah bersama Nabi sementara beliau menggandeng tangan Umar bin Khatthab ra, maka Umar berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku. Maka Nabi bersabda: Tidak, demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya! Hingga kamu lebih mencintai aku dari pada dirimu sendiri. Umar berkata kepadanya: Sesungguhnya sekarang engkau lebih aku cintai dari pada diriku sendiri. Nabi bersabda: Sekarang wahai Umar. (H.R Bukhari).
Wajib mencintai Nabi melebihi cintanya kepada orang tua dan anak. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah e bersabda: Demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah di antara kalian beriman sehingga aku lebih dicintai dari pada orang tua dan anaknya.(H.R Bukhari).
Wajib mencintai Nabi melebihi cintanya kepada keluarga, harta dan seluruh manusia. Imam Muslim meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah seorang hamba beriman sehingga aku lebih dicintai kepadanya dari pada keluarganya, hartanya dan seluruh manusia.(H.R Bukhari).
Firman Allah : Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara- saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatir kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul- Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (At Taubah 24).
Imam Al Hafidz Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat di atas: Apabila semua perkara dan urusan di atas lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan Allah maka tunggulah datangnya bencana dan adzab dari Allah yang akan menimpa kalian. (Mukhtashar Ibnu katsir-Syekh Nasib Ar Rifa'I).
***
Buah Cinta Nabi
Bagi yang mencintai Rasulullah e akan mendapatkan hasilnya baik didunia maupun diakhirat, di antaranya adalah;
Cinta kepada Nabi bisa mendatangkan manisnya iman. Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Nabi bersabda: Tiga perkara, barangsiapa yang berada di dalamnya maka ia akan mendapatkan manisnya iman; bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selainnya , bahwa ia mencintai seseorang dan tidak mencintai kecuali hanya karena Allah, dan ia benci kembali kepada kekafiran seperti kebencian dia bila dilemparkan ke dalam api.(Muttafaqun alaih) Arti manisnya iman sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama adalah merasakan lezatnya segala ketaatan dan siap menderita karena agama serta mengutamakan itu dari pada seluruh materi dunia. (Fathul Bari 1/61).
Orang yang mencintai Nabi akan tinggal bersamanya di akherat. Telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas bin Malik ra bahwa ia berkata: Pernah seorang laki-laki datang kepada Rasulullah lalu bertanya: Wahai Rasulullah kapan hari kiamat datang? Beliau bersabda: Apa yang kamu persiapkan untuknya? Ia menjawab: cinta kepada Allah dan cinta kepada Rasul-Nya. Beliau bersabda: Engkau akan bersama orang yang kamu cintai. Anas berkata: Kami tidak bergembira setelah masuk Islam lebih daripada mendengar sabda beliau: Sesungguhnya kamu bersama orang yang kamu cintai. Anas ra.berkata: Saya mencintai Allah, Rasul-Nya, Abu Bakar dan Umar dengan harapan saya bisa berkumpul bersama mereka walaupun saya tidak beramal seperti mereka.
***
Tanda-tanda Orang yang Mencintai Nabi
Di antara tanda-tanda mencintai Nabi adalah yang dinyatakan Al qadhi 'Iyadh: Termasuk tanda mencintai Nabi adalah membela sunnahnya dan menegakkan syariatnya serta ingin bertemu dengannya. Maka untuk mewujudkannya ia akan mengerahkan jiwa dan harta kekayaannya. (Syarkh Sahih Muslim -Nawawi)
Ibnu Hajar berkata: Termasuk tanda cinta kepada Nabi di atas adalah bahwa seandainya disuruh memilih di antara kehilangan dunia atau Rasulullah e kalau itu memungkinkan, maka ia lebih memilih kehilangan dunia daripada kehilangan kesempatan untuk melihat beliau, ia merasa lebih berat kehilangan Rasul daripada kehilangan kenikmatan dunia, maka orang yang seperti itu telah mendapat sifat kecintaan di atas dan siapa yang tidak bisa demikian maka tidak berhak mendapat bagian dari buah cinta itu. Yang demikian itu tidak hanya terbatas pada persoalan cinta belaka, bahkan membela sunnah dan menegakkan syariat serta melawan para penentang-penentangnya termasuk amar ma'ruf dan nahi munkar.
Tuesday, September 28, 2010
Mengahafaz Al-Quran: Asas Membentuk Kebangkitan Ummat
Sungguh, Allah telah menjamin untuk menjaga Kitab-Nya dengan penjagaan. Berapa banyak orang-orang fasik lagi jahat berkeinginan untuk menyelewengkan Kalamullah sesuai dengan hawa nafsu dan keinginan-keinginan mereka yang menyimpang dan sesat dengan cara mencetak Kitabullah, merubahnya dan menyimpangkannya. Akan tetapi Allah membongkar kebatilan mereka dan memporak-porandakan tipu muslihat mereka dengan firman-Nya:
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (Al-hijr:9)
Maka sungguh Allah telah memilih di antara hamba-hamba-Nya, orang-orang yang Allah jadikan sebagai penjaga Kitabullah dengan cara memelihara hafalannya dan menjaganya di dalam hati-hati mereka.
Lemahnya ummat kita pada hari ini, kerana jauhnya kita dengan Al-Quran, Orang – orang kafir menrencana pelbagai sarana dan aktiviti untuk melalaikan hati kita daripada menumpukan sepenuh perhatian terhadap Al-Quran. Siang dan malam, pagi dan petang, merekat tidak pernah menganal erti penat lelah untuk menghancurkan ummat Islam. Hukum Islam dicabar dengan sewenang-wenangnya. Ummat islam dipandang rendah dek kerana lemahnya kita. Tidak mahukan kita menjadi ummat yang kuat, umat yang hebat di sisi Allah SWT? Tidak mahukan kita menjadi hamba pilihan Allah yang menjadi penjaga Kitabu-NYA?
Para ulama telah menyebutkan berbagai faedah menghafal Al-Qur’an, diantaranya adalah :
· Kemenangan di dunia dan di akhirat, jika disertai dengan amal soleh dan menghafalnya
· Tajam ingatannya dan cemerlang pemikirannya. Karena itu para penghafal Al-Qur’an lebih cepat mengerti, teliti dan lebih cerdas karena banyak latihan untuk mencocokkan ayat serta dengan membandingkannya ke hafalannya.
· Bahtera ilmu dan ini sangat terperhatikan dalam hafalan disamping itu, menghafal bisa mendorong seorang untuk berprestasi lebih tinggi daripada teman-teman mereka yang tidak hafal dalam banyak segi, sekalipun umur, kecerdasan dan milik mereka berdekatan.
· Memiliki identitas yang baik dan berprilaku jujur.
· Fasih dalam berbicara, ucapannya benar, dan dapat mengeluarkan fonetik arab dari landasannya secara tabii (alami)
Melalui analisa sejarah ummat –ummat terdahulu, ternyata bahawa teori kebangkitan umat hendaklah berlandaskan Al-Quran dan Sunnah. Kebangkitan umat bermula daripada kebangkitan minda dan paradigma bukan suatu evolusi yang pasif. Salah satu langkah umat terdahulu yang menjadi cemerlang, berjaya di dunia dan diakhirat adalah dengan menghafal Al-Quran. Mereka memahami, mendalami dan mengamalkan segala isi yang terkandung dalam Al-Quran. Segala perbuatan, perlakuan, percakapan dan akhlak mereka menggambarkan segala isi Al-Quran.
Telahpun kita ketahui daripada Ulama’ terdahulu daripada kita mengenai kaedah –kaedah dan fadhilat –fadhilat menghafal alquran. Tetapi persoalan yang timbul pada hari ini, mengapa ummat kita pada hari ini punyai daya yang lemah untuk menghafal alquran? Adakah menghafal alquran ini hanya diperuntukan kepada mereka yang pergi ke sekolah tahfiz? Atau hanya kepada mereka yang ingin menyambung pelajaran ke timur tengah (Mesir)? Tepuk dada tanyalah iman, fikir –fikirkanlah. Kita sendiri (kalangan awam) perlu bangkit dan berusaha membulatkan tekad untuk menghafal Al-Quran agar diri kita menjadi salah satu batu asas dalam membangunkan ummat pada masa yang akan datang.
Monday, September 13, 2010
Exam oh Exam....
Wednesday, August 18, 2010
Iktibar Kisah Habbib Najjar dalam Surah Yasin
Surah Yasin merupakan surah yang popular di kalangan masyarakat melayu. Surah ini sering dibaca secara tetap pada setiap malam Jumaat. Surah ini juga dibaca setelah diadakan solat hajat bila musibah menimpa kaum muslimin. Bila ingin memasuki rumah baru pun dibaca surah Yasin. Bila tiba hari-hari kebesaran seperti sambutan tahun baru, sambutan kemerdekaan dan hari pahlawan surah inilah yang menjadi pilihan untuk ditadarus secara beramai-ramai.
Surah Yasin ini amat dekat di hati masyarakat kita berbanding 113 surah yang lain di dalam al-Quran al-Karim sehingga ayat demi ayat dapat diingati tanpa melihat kepada mushaf. Namun demikian tidak ramai yang menghayati kisah yang terdapat dalam surah tersebut untuk dijadikan iktibar dan pegangan hidup.
Di dalam surah Yasin, Allah merakamkan satu kisah yang menarik untuk dijadikan teladan dan pengajaran kepada pembacanya. Sepertimana firman Allah SWT :
وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلاً أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَآءَهَا الْمُرْسَلُونَ {13} إِذْ أَرْسَلْنَآ إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّآ إِلَيْكُم مُّرْسَلُونَ {14} قَالُوا مَآأَنتُمْ إِلاَّ بَشَرٌ مِّثْلُنَا وَمَآأَنزَلَ الرَّحْمَنُ مِن شَىْءٍ إِنْ أَنتُمْ إِلاَّ تَكْذِبُونَ {15} قَالُوا رَبُّنَا يَعْلَمُ إِنَّآ إِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُونَ {16} وَمَاعَلَيْنَآ إِلاَّ الْبَلاَغُ الْمُبِينُ {17}
Bermaksud :
Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka.(Yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian kami kuatkan dengan (utusan) ketiga,maka ketiga utusan itu berkata:"Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu".Mereka menjawab:"Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka."Mereka berkata:"Rabb kami lebih mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu.Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas".
Sesungguhnya ahli sejarah dan ahli-ahli tasir berselisih pendapat tentang penduduk negeri yang mendustakan para rasul dalam surah Yasin ini. Antaranya berpendapat ia adalah penduduk Antakiyyah sebagaimana nukilan Ibn Ishaq daripada Ibn Abbas dan Ka’ab al-Ahbar.
Ahli Mufassirin juga berbeza pendapat tentang para utusan yang disebut. Ada yang berpendapat mereka adalah pembantu Nabi Isa as ( hawariyyun). Namun demikian Imam Ibn Kathir menolak kedua-dua pendapat ini.
Kita tidak perlu membuang masa menentukan negeri apa atau siapa utusan yang dihantar. Kerana sekiranya diketahui nama negeri tersebut berfaedah kepada kita nescaya Allah telah menyatakannya secara terang di dalam al-Quran.
Sesungguhnya al-Quran diturunkan untuk difahami dan dihayati isi kandungan dan diambil pengajaran daripada kisah di dalamnya tanpa perlu ditekankan di mana dan siapa yang terlibat sebagaimana kaedah usul al-tafsir : Pengajaran di dalam al-Quran dengan lafaz umum bukan dikhususkan dengan sebab tertentu.
Pendustaan penduduk Mekah terhadap dakwah Rasulullah saw sama dengan pendustaan penduduk dalam surah ini terhadap dua orang rasul yang diutuskan. Maka Allah menguatkan dakwah mereka berdua dengan diutus seorang lagi rasul. Namun pendustaan penduduk semakin melampau dari semasa ke semasa. Allah berfirman :
قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِن لَّمْ تَنتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِّنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ {18} قَالُوا طَآئِرُكُم مَّعَكُمْ أَئِن ذُكِّرْتُم بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ {19}
Mereka menjawab:"Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan mereajam kamu dan kamu pasti akan mendapatkan siksa yang pedih dari kami".Utusan-utasan itu berkata:"Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri.Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami)?.Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.
Mereka menuduh para rasul hanya membawa sial dan musibah kepada mereka. Sekiranya sesuatu keburukan menimpa mereka semuanya berpunca daripada para utusan tersebut. Padahal kesyirikan mereka yang membuat mereka berada dalam nasib malang dengan ditimpa kesusahan dan nikmat terhalang.
Penduduk ini juga mengugut akan membunuh mereka dengan direjam dengan batu dan akan mendapat seksaan yang pedih sekiranya mereka meneruskan dakwah tersebut. Dengan demikian dakwah para utusan ke arah mengesakan Allah dan beribadat hanya kepadaNya ditolak sama sekali.
وَجَآءَ مِنْ أَقْصَا الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَاقَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ {20} اتَّبِعُوا مَن لاَّيَسْئَلُكُمْ أَجْرًا وَهُم مُّهْتَدُونَ {21} وَمَالِيَ لآأَعْبُدُ الَّذِي فَطَرَنِي وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ {22} ءَأَتَّخِذُ مِن دُونِهِ ءَالِهَةً إِن يُرِدْنِ الرَّحْمَـنُ بِضُرٍّ لاَّتُغْنِ عَنِّي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا وَلاَيُنقِذُونَ {23} إِنِّي إِذًا لَّفِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ {24} إِنِّي ءَامَنتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُونِ {25}
”Dan datanglah dari ujung kota seorang laki-laki (Habib An Najjar) dengan bergegas-gegas ia berkata:"Hai kaumku ikutilah utusan-utusan itu.Ikutilah orang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (Ilah) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan? Mengapa aku akan menyembah ilah-ilah selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku?. Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Rabbmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku.
Bila penduduk tersebut merancang untuk membunuh para utusan itu, tiba-tiba datang seorang lelaki daripada pinggir bandar memberi nasihat dengan penuh hikmah kepada penduduknya agar beriman dengan risalah yang dibawa oleh para rasul. Namun demikian penduduk tidak menerima nasihatnya malah elaki tersebut dibunuh dengan kejam. Ibn Mas’ud berkata : lelaki itu dipijak-pijak hingga terkeluar usus daripada duburnya. Maka mati syahidlah lelaki tersebut.
Siapakah lelaki tersebut? Kebanyakan ulama’ tafsir berpendapat lelaki tersebut ialah Habib al-Najjar sebagaimana pendapat Ibn Abbas, Qatadah dan al-Sudiy sepertimana dinukilkan dalam tafsir Ibn Kathir.
قِيلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ قَالَ يَالَيْتَ قَوْمِي يَعْلَمُونَ {26} بِمَا غَفَرَ لِي رَبِّي وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُكْرَمِينَ {27} * وَمَآأَنزَلْنَا عَلَى قَوْمِهِ مِن بَعْدِهِ مِن جُندٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَمَا كُنَّا مُنزِلِينَ {28} إِن كَانَتْ إِلاَّ صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ خَامِدُونَ {29}
Dikatakan (kepadanya):"Masuklah ke surga".Ia berkata:"Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Rabbku memberikan ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan".Dan Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukanpun dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya.Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati.
Antara keistimewaan kisah dalam al-Quran ialah bukan sahaja menceritakan kisah yang telah berlaku malah dirakam juga perkara ghaib yang mustahil diketahuinya melainkan dengan wahyu Allah SWT. Dalam kisah ini Allah memaklumkan bahawa lelaki yang dibunuh secara kejam hanya semata-mata kerana menyuruh kepada tauhid mendapat kemuliaan di sisi Tuhannya di atas keimanan dan keikhlasannya. Sebagai ganjarannya dia dimasukkan ke syurga. Apabila dia melihat kemuliaan, keampunan dan ganjaran di sisi Allah dia berangan-angan alangkah baiknya sekira kaumnya mengetahui apa yang dia perolehi pada waktu itu nescaya mereka tidak akan menolak risalah para utusan.
Sebagai balasan terhadap pendustaan risalah para rasulNya dan kezaliman yang dilakukan terhadap walinya Allah membinasakan kaum tersebut dengan satu teriakan yang dahsyat menyebabkan mereka semua mati bergelimpangan.
Kisah ini mengandungi banyak iktibar yang boleh dijadikan pedoman hidup kita, antaranya ialah ;
1. Dakwah menegakkan kebenaran perlu diteruskan walaupun mendapat tentangan hebat daripada orang ramai.
2. Dakwah perlu dilaksanakan dengan hikmah dan dengan pengajaran yang baik.
3. Kita hendaklah istiqamah dan berpegang teguh dengan tauhid dan mempertahankannya walaupun menghadapi kesulitan dan kesusahan.
4. Individu dan tempat yang terdapat dalam kisah al-Quran bukan keutamaan untuk diketahui tetapi pengajaran dan iktibar yang perlu diambil perhatian untuk dijadikan pedoman hidup.
5. Sesiapa sahaja yang melakukan pengorbanan untuk mempertahankan agama akan mendapat keampunan dan kemuliaan di sisi Allah SWT.
6. Setiap penderhakaan terhadap Allah pasti akan mendapat balasan sama ada di dunia atau di akhirat.
7. Sesungguhnya Allah Maha Berkuasa ke atas segala sesuatu. Allah berkemampuan untuk menghancurkan kaum yang engkar dengan pelbagai cara. Antaranya dengan tempikan yang kuat.
RUJUKAN :
- Mukhtasar Ibn Kathir
- Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, Abd al-Rahman bin Nasir al-Sa’diy
- Safwat al-Tafasir, Muhammad Aliy al-sabuniy
- Qasas al-Quran, Dr. Muhammad Bakr Ismail
by:abuaqil
Thursday, July 29, 2010
10 Wasiat asy-Syahid Hassan al-Banna
1. Dirikanlah solat ketika mendengar azan, walau bagaimana sekalipun keadaanmu.
2. Bacalah al-Quran, pelajari, dengarkan atau ingatilah ALLAH. Jangan mensia-siakan walau sedikit pun dari waktumu tanpa sebarang faedah.
3. Berusahalah untuk berbicara dalam bahasa Arab yang fasih kerana hal itu adalah sebahagian daripada syi’ar Islam.
4. Janganlah memperbanyakkan perdebatan walau dalam urusan apa pun kerana perdebatan itu tidak membawa kepada sebarang kebaikan.
5. Janganlah banyak ketawa kerana hati yang sentiasa berhubungan dengan ALLAH sentiasa tenang dan berwibawa.
6. Janganlah banyak bergurau kerana umat yang berjihad tidak mengenal kecuali kesungguhan.
7. Janganlah meninggikan suara melebihi keperluan pendengar kerana hal tersebut bodoh dan menyakitkan.
8. Jauhilah dari membicarakan hal orang lain (ghibah), atau mencela persatuan-persatuan. Janganlah engkau berbicara melainkan hal kebaikan.
9. Perkenalkanlah dirimu kepada saudara-saudaramu yang engkau temui sekalipun tidak diminta, kerana asas dakwah kita ialah kasih sayang dan berkenalan.
10. Kewajipan lebih banyak dari waktu, maka bantulah saudaramu memanfaatkan waktunya. Jika engkau memiliki suatu tugas, selesaikanlah dalam waktunya (jangan bertangguh).
Wednesday, July 28, 2010
Hadiah Hari lahir Dari Ilahi
Tuesday, May 25, 2010
Bagaimana beristiqamah dengan Al quran ?
Menyingkap kembali ada satu article yang ana terbaca, didalamnya ada sebuah hadis yang berbunyi: rasulullah saw bersabda, Bermu’ahadahlah (pertahankanlah dirimu) bersama Al Quran ini, demi jiwa Muhammad yang ada di tangan-Nya, sesungguhnya Al Quran ini lebih cepat hilangnya, daripada cepatnya ikatan tali unta yang terlepas. Hadis riwayat Bukhari dan Muslim.
Bilamana ana terbaca hadis ni, ana mula berfikir, berapa lama aku akan mempertahankan kebersamaan dengan Al Quran ini, sebulan, dua bulan, setahun, dua tahun atau pun sepanjang hidup. Begitulah wahai sahabat jika kita ingin mempertahankan Al quran ini sebulan dua setahun dua, makan selama itulah Al quran akan bersama kita. Sekiranya kita bersemangat mempertahankan Al Quran sepanjang hayat kita, maka sepanjang itulah Al quran akan bersama dengan kita.
Wahai sahabat, mujahadah itu pahit, kerana syurga itu manis, kata kata inilah yang menjadi pembakar semangat untuk kita terus kekal istiqamah bersama Al Quran. Dan kesiapan diri kira untuk bertekad akan terus hidup bersama Al Quran sepanjang hayat di sebut sebagai Mu’ahadah.
Mu’ahadah artinya tekad yang kuat utuk selalu melaksanakn suatu pekerjaan, sampai mendapatkan apa yang diinginkan. Mu’ahadah asalnya untuk orang yang menghafal Al Quran, agar siap untuk mempertahankan hafalannya sepanjang hidupnya. Jangan sampai menjadi penghafal yang hanya mampu mengatakan. “Dahulu saya pernah hafal”. Namun secara keseluruhannya sabda rasulullah dalam hadis di atas, pada hakikatnya berlaku untuk seluruh amal ibadah kepada Allah, tanpa Mu’ahadah dalam diri, tidak mungkin sesorang mencapai istiqomah dalam setiap amal yang dilakukannya. Tanpa istiqomah tidak mungkin seseorang mendapat husnul khotimah yang menjadi dambaan setiap orang yang beriman
Dari abu amr sufyan bin abdillah ats tsaqafi ra. Berkata “ wahai rasulullah, katakanlah kepadaku suatu perkataan tentang islam, yang tidak mungkin aku tanyakan kepada siapa pun selain kepada kepada-mu.” Rasulullah saw bersabda “katakanlah: aku beriman kepada Allah,” lalu istiqamahlah. (HR Muslim)
Dalam hadis di atas, dapat kita hayati, bagaimana rasulullah saw memberi pesan kepada seorang sahabat, supaya beriman kepada Allah dan beristiqomah dengannya. Justeru menjadi satu kewajipan bagi diri kita untuk terus beristiqomah dengan kitab Allah ini. (Al quran)
Wahai sahabat, sebagai pelajar yang bergelar mahasiswa(i), modal Mu’ahada inilah yang harus kita miliki, agar kita tidah mudah menyerah ketika menghadapi berbagai macam rintangan semasa proses pembelajaran. Kedua-dua hadis di atas memberi suatu isyarat kepada kita bahawa dalam usaha kita untuk mu’ahadah dan istiqomah untuk mempelajari dan menghafal Al Quran, kita akan menempuh pelbagai ujian dan rintangan.
Mari kita perhatikan bagaimana kehidupan para salafus soleh didalam bermu’ahadah dengan Al Quran. Kita lihat bagaimana sayyidina Umar Al khattab ra dan sayyidina Utsman bin Affan adalah dua orang sahabat Rasulullah yang ketika ajalnya menjemput, mereka sedang bertilawah Al Quran. Sahabat yang lain Abdullah bin Amr bin ‘Aash, ketika Rasulullah saw. menyuruhnya untuk membaca Al Qur’an sebulan sekali khatam, maka ia merasa, bahwa masa itu terlalu lama, sehingga ia merasa akan sangat sedikit bacaan Al Qur’annya dalam setiap bulan, atau sama dengan sehari satu juz. Maka ia meminta izin kepada Rasulullah saw agar dapat membacanya tiga hari khatam, yang berarti sehari 10 juz, Rasulullah saw pun mengizinkannya, dan akhirnya tekad ini, beliau laksanakan sampai akhir hayatnya. Tidak mahukah kita menjadi seperti mereka?
Lihatlah, bagaimana seharusnya kita mempunyai tekad dalam berinteraksi dengan Al Qur’an. Ini menunjukkan bahawa Mu’ahadah adalah suatu keharusan dalam kehidupan manusia. Seandainya ibu kita tidak bersikap mu’ahadah dalam mendidik mengasuh dan menjaga serta merawat kita, mungkin kita tidak dapat tumbuh seperti saat ini. Jadi apa yang ada dalam diri kita tidak terlepas dari sikap mu’ahadah, yang memberikan dampak yang jelas dari suatu kerja keras yang berlangsung bertahun tahun.
Wahai sahabat, sekarang cuba kita bayangkan apabila sikap mu’ahadah ini kita implemenkan dalam interaksi kita dengan Al Quran, maka setidaknya kita akan merasakan berbagai macam dampak positif dalam diri kita. Kita akan ada dampak keilmuan, yang berarti semakin lama kita bersama Al Qur’an, semakin meningkat pengetahuan kita. Kita akan ada dampak peningkatan ruhiyyah, perolehan pahala yang sangat banyak dan puncaknya adalah Syurga Allah, sesuai dengan hadis yang dijelaskan oleh Rasulullah saw.
Renungilah bahawa perumpamaan Rasulullah saw dalam hadis di atas, sungguh merupakan perumpamaan yang sangat tepat dengan realita kehidupan. Bagi mahasiswa(i), hafalan yang paling cepat hilang dari ingatan kita adalah hafalan Al quran. Jika dibandingkan dengan lirik-lirik lagu atau nasyid, lebih mudah diingat, tanpa diulang-ulangpun tidak akan luput dari ingatan kita. Tidak ada kegiatan yang paling cepat hilang semangat belajarnya, daripada belajar Al Qur’an, jika hendak dibandingkan dengan aktiviti pembelajaran yang lain.
Mengakhiri kalam, ana berpesan kepada diri ana dan sahabat- sahabat sekalian bermu’ahadahlah. Persiapkan diri kita, dapatkan mental yang kental, berdoa terus menerus, tawadhu’ kepada Allah, kerana dengan hanya pertolongan dari NYA kita dapat beristiqomah dengan Al Quran, kitab suci NYA. Wallhua’lam.
Tuesday, May 18, 2010
Status kefahaman kita terhadap ISLAM....
Pelik bukan, mendengarkan tajuk artikel ini. Benar, Abu Jahal dan Abu Sufyan (ketika Abu Sufyan belum menerima Islam) mungkin saja memahami Islam lebih daripada kita ini yang telah bershahadah dan mengaku diri ini sebagai Islam. Pelik bukan, bagaimana dua orang tokoh penentang Islam boleh saja memahami Islam ini dalam konteks untuk menerimanya. Sehingga mereka menjadi penentang yang amat tegar dan penzalim terhadap ummat Islam yang terawal.
Dengan ini saya ingin bawakan dua buah kisah yang amat menarik.Yang mungkin sekali membuktikan betapa mereka ini memahami Islam itu. Biarlah saya bermula dengan kisah Abu Jahal. Abu Jahal nama sebenarnya adalah Amr Ibn Hisyam. Dia merupakan pemimpin arab jahiliyah yang terkenal. Digelar Abu Jahal tidaklah bermaksud dia tidak mengetahui tetapi dia mengetahui dakwah Rasul itu, memahaminya, tetapi menentang dengan cukup tegar sekali. Dia juga digelar sebagai Abul Hakam. Dimana gelaran ini membawa maksud seorang yang memiliki kebijaksanaan (father of wisdom). Jadi bagaimana kita nak katakan yang seorang yang digelar sebagai father of wisdom ini tidak memahami dua kalimat arab yang mempunyai makna tiada ilah selain Allah dan Muhammad itu Rasullullah. Abu Jahal merupakan seorang arab bahkan digelar dengan gelaran Abu Hakam, makanya dia ini pastinya seorang yang arif dalam hal-hal bahasa sebagaimana seorang hakim memahami bahasa perundangan. Tetapi kenapa tetap juga ditolak Islam itu mentah-mentah bahkan menentang dengan penuh tegar dan dahsyat?
Diceritakan suatu ketika Ar-Rasul berdakwah kepada kaum kerabatnya dengan mengajak kepada tiada ilah selain Allah dan Muhammad itu Rasul Allah, maka berdiri dengan lantangnya Abu Jahal ini dengan berkata,
”Jika itu kau bawakan kepada kami wahai Muhammad, maka kau telah melancarkan perang terhadap seluruh jazirah Arab tidak kira dengan orang arab atau bukan arab”.
Lihat saudaraku, seiman denganku, kenapakah kalimah yang kita lihat sebagai kalimah yang mudah ini boleh menyebabkan orang seperti Abu Jahal itu memerangi Muhammad SAW. KENAPA KALIMAH YANG SERINGKALI KITA SEBUTKAN DAN LAFAZ SETIAP HARI SEPERTI TIADA APA-APA INI DI FAHAMI OLEH ABU JAHAL SEHINGGA DIA MENENTANG DENGAN PENUH TEGAR? Maka tidakkah kita terfikir APAKAH MAKSUD SHAHADAH ITU SATU PERSATU. Dari makna kesaksian kepada maksud ilah kepada mengenal siapa itu Allah sehingga kepada mengakui dan mengenal apa itu Rasul dan siapakah Muhammad itu sebagai Rasul sebagaimana difahami oleh Abu Jahal?
Kini saya bawakan kepada kisah Abu Sufyan pula. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Abu Sufyan bin Harb bercerita kepadanya, bahwa Heraclius ( Herclius, Raja Rumawi Timur yang memerintah tahun 610 – 630 M) mengirim surat kepada Abu Sufyan menyuruh ia datang ke Syam bersama kafilah saudagar Quraisy (Quraisy, nama suku bangsawan tinggi di negara Mekkah). Waktu itu Rasullah saw, sedang dalam perjanjian damai dengan Abu Sufyan dan dengan orang-orang kafir Quraisy (Perjanjian damai, yaitu Perjanjian Hudaibiyah yang dibuat tahun 6 H). Mereka datang menghadap Heraclius di Ilia (Ilia, yaitu Baitul Maqdis (Jerusaalem)) terus masuk ke dalam majlisnya, dihadap oleh pembesar-pembesar Rumawi. Kemudian Heraclius Memanggil orang-orang Quraisy itu beserta Jurubahasanya.
Heraclius: “Apakah yang diperintahkannya kepada kamu sekalian?”
Abu Sufyan: “Dia menyuruh kami menyembah Allah semata-mata, dan jangan mempersekutukan-Nya. Tinggalkan apa yang diajarkan nenek moyangmu! Disuruhnya kami menegakan Shalat, berlaku jujur, sopan (teguh hati) dan mempererat persaudaraan”.
Lihat, Abu Sufyan memahami apa yang dibawa Ar Rasul, yakni shahadah itu. Tetapi kenapa ketika itu dia tidak mahu terima Islam. Apa yang ada sebenarnya dalam kalimat yang kita lihat sebagai mudah itu sehingga Abu Jahal memeranginya dan Kaisar Romawi begitu ingin tahu terhadapnya? Apa yang ada pada kalimat itu sehingga kedua tokoh arab itu memahaminya dan menolaknya sedangkan ada yang menerimanya dengan hati terbuka seperti Abu Bakar As Siddiq dan ada yang menerimanya setelah memahaminya walaupun sebelumnya berniat membunuh Ar Rasul seperti Umar Ibn Khattab?
Kalimah shahadah itu merupakan perjanjian yang teguh antara seorang insan dengan penciptanya tanpa perantaraan manusia. Tanpa paderi yang menjadi perantara. Hubungan terus antara manusia dengan Allah dimana kita menerima Allah itu sebagai ilah dan Muhammad itu sebagai Rasul Nya. Apakah ilah itu sehingga kita sebutkan ilah itu sebagai Tuhan? ilah itu adalah:
Dimana sifat itu difahami dengan sebetulnya. Masalahnya kini kita telah mencipta banyak ilah lain selain Allah secara kita tidak sedar. Saya sebagai remaja ingin memberi contoh, kita punya kekasih hati (orang sarawak panggil gerek) dan kita harapkan dia, kita sayangkan dia sepenuh hati, kita ikut kehendaknya, kita takut kalau dia merajuk atau sedih dan kita cintai dia sepenuh hati kita. Bukankah itu kita telah menciptakan ilah yang lain?!! Benar, kita senang katakan yang kita mencintai Allah lebih dari segalanya. Lebih dari kekasih kita itu. Tetapi adakah iman itu hanya dibuktikan dengan kata-kata kosong sedangkan perlakuan kita tidak menunjukkan dan membuktikan apa yang kita ucapkan bahkan berlawanan dengan apa yang kita katakan cinta kita sepenuhnya kepada Allah??? Dimana sebenarnya kita letakkan Allah itu sebagai ilah dan lebih lagi dimana kita letakkan pengertian kita bershahadah? Bahkan dalam konteks remaja yang berkasihan dengan lawan sejenisnya itu melakukan maksiat kepada Allah dalam dia berkata dia mencintai Allah lebih dari segalanya.. itu sesuatu yang sangat keji dan menyedihkan. Mungkin dalam konteks sebagai dewasa, sebagai perkerja, pembaca mungkin boleh berfikir sendiri betapa kita telah mencipta sembahan dan ilah selain Allah. Dimanakah nilai kita ini sebagai seorang yang bershahadah? Adakah kita bershahadah dengan bermain-main? Ataupun kita anggap shahadah itu sebagai kata-kata kosong yang tidak ada harga dan isinya??
Lihat saudara ku, betapa sehingga Abu Jahal itu menentang Islam kerana dia tahu bilamana dia menerima Allah itu sebagai satu-satunya ilah dia perlu dan wajib menolak ilah lain yang telah dia ciptakan seperti kekuasan, kekayaan dan darjat. Bilamana dia memahami maksud ilah itu, dia menentang Islam bahkan melancarkan perang terhadap Islam. Sesungguhnya abu jahal ini benar-benar memahami shahadah itu dan memahami maksud ilah..
Adakah kita faham Islam itu sebagaimana Abu Jahal memahaminya.. atau lebih teruk lagi??
“Dan diantara manusia ada yang menyembah selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mencintai Allah.adapun orang-orang beriman amat besar cintanya kepada Allah.” (2:165)
petikan dari halaqah online
karangan:cetusanminda.